Translate

Buber angkatan

Teman itu >> selalu bisa buat kita ketawa dimanapun tempatnya dan makan apapun* yang ada didepanya!

Jalan-jalan

Teman itu >> selalu eksis dimanapun ada orang foto (habibi) ^_^.

Andika love Reza

Teman itu >> yang bikin kita terlihat seukuran dengan yang lainya :p (reza keliatan ideal kalo disamping andika).

Masa lampau (semester-2)

dari sekian banyak orang diatas, mana yg sampai sekarang face.nya g berubah2???

Herlambang and Rofiqoh

Teman itu >> bisa dijadikan pendamping setia sehidup semati. cirrrrcuitttt...

Jalan2 ke merbabu

Teman itu >> yang ngajak kita sholat dimanapun tempatnya

Fahmi - Habibi

Teman itu >> kadang terlihat sama walaupun jelaaaaas sekali berbeda

Minggu, 18 Desember 2011

Kejang pada anak (kuliah dr.erwin)

silahkan klik ini untuk mengunduh data : kejang

slide kuliah dosen dapat dipercaya, daripada copas artikel2 g jelas.....

Kejang pada anak (Oleh: Nia Kania, dr., SpA., MKes)

Kejang merupakan suatu manifestasi klinis yang sering dijumpai di ruang gawat darurat. Hampir 5% anak berumur di bawah 16 tahun setidaknya pernah mengalami sekali kejang selama hidupnya.1 Kejang penting sebagai suatu tanda adanya gangguan neurologis. Keadaan tersebut merupakan keadaan darurat. Kejang mungkin sederhana, dapat berhenti sendiri dan sedikit memerlukan pengobatan lanjutan, atau merupakan gejala awal dari penyakit berat, atau cenderung menjadi status epileptikus.2 Tatalaksana kejang seringkali tidak dilakukan secara baik. Karena diagnosis yang salah atau penggunaan obat yang kurang tepat dapat menyebabkan kejang tidak terkontrol, depresi nafas dan rawat inap yang tidak perlu. Langkah awal dalam menghadapi kejang adalah memastikan apakah gejala saat ini kejang atau bu kan. Selanjutnya melakukan identifikasi kemungkinan penyebabnya.2

PATOFISIOLOGI
Kejang adalah manifestasi klinis khas yang berlangsung secara intermitten dapat berupa gangguan kesadaran, tingkah laku, emosi, motorik, sensorik, dan atau otonom yang disebabkan oleh lepasnya muatan listrik yang berlebihan di neuron otak. 1,3 Status epileptikus adalah kejang yang terjadi lebih dari 30 menit atu kejang berulang lebih dari 30 menit tanpa disertai pemulihan kesadaran.2 Mekanisme dasar terjadinya kejang adalah peningkatan aktifitas listrik yang berlebihan pada neuron-neuron dan mampu secara berurutan merangsang sel neuron lain secara bersama-sama melepaskan muatan listriknya. Hal tersebut diduga disebabkan oleh; 1] kemampuan membran sel sebagai pacemaker neuron untuk melepaskan muatan listrik yang berlebihan; 2] berkurangnya inhibisi oleh neurotransmitter asam gama amino butirat [GABA]; atau 3] meningkatnya eksitasi sinaptik oleh transmiter asam glutamat dan aspartat melalui jalur eksitasi yang berulang. 3,4,5 Status epileptikus terjadi oleh karena proses eksitasi yang berlebihan berlangsung terus menerus, di samping akibat ilnhibisi yang tidak sempurna. 6

KRITERIA KEJANG
Diagnosis kejang ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan penunjang, sangat penting membedakan apakah serangan yang terjadi adalah kejang atau serangan yang menyerupai kejang. Perbedaan diantara keduanya adalah pada tabel 1:



KLASIFIKASI
Setelah diyakini bahwa serangan ini adalah kejang, selanjutnya perlu ditentukan jenis kejang. Saat ini klasifikasi kejang yang umum digunakan adalah berdasarkan Klasifikasi International League Against Epilepsy of Epileptic Seizure [ILAE] 1981, yaitu dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Klasifikasi kejang
I. Kejang parsial (fokal, lokal)
A. Kejang fokal sederhana
B. Kejang parsial kompleks
C. Kejang parsial yang menjadi umum
II. Kejang umum
A. Absens
B. Mioklonik
C. Klonik
D. Tonik
E. Tonik-klonik
F. Atonik
III. Tidak dapat diklasifikasi

ETIOLOGI
Langkah selanjutnya, setelah diyakini bahwa serangan saat ini adalah kejang adalah mencari penyebab kejang. Penentuan faktor penyebab kejang sangat menentukan untuk tatalaksana selanjutnya,2 karena kejang dapat diakibatkan berbagai macam etiologi. Adapun etiologi kejang yang tersering pada anak dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Penyebab tersering kejang pada anak
- Kejang demam
- Infeksi: meningitis, ensefalitis
- Gangguan metabolik: hipoglikemia, hiponatremia, hipoksemia, hipokalsemia, gangguan elektrolit, defisiensi piridoksin, gagal ginjal, gagal hati, gangguan metabolik bawaan
- Trauma kepala
- Keracunan: alkohol, teofilin
- Penghentian obat anti epilepsi
- Lain-lain: enselopati hipertensi, tumor otak, perdarahan intrakranial, idiopatik
Sumber: 1

DIAGNOSIS
Anamnesis dan pemeriksaan fisis yang baik diperlukan untuk memilih pemeriksaan penunjang yang terarah dan tatalaksana selanjutnya. Anamnesis dimulai dari riwayat perjalanan penyakit sampai terjadinya kejang, kemudian mencari kemungkinan adanya faktor pencetus atau penyebab kejang. 2 Ditanyakan riwayat kejang sebelumnya, kondisi medis yang berhubungan, obatobatan, trauma, gejala-gejala infeksi, keluhan neurologis, nyeri atau cedera akibat kejang. 8 Pemeriksaan fisis dimulai dengan tanda-tanda vital, mencari tanda-tanda trauma akut kepala dan adanya kelainan sistemik, 2 terpapar zat toksik, infeksi, atau adanya kelainan neurologis fokal. 8 Bila terjadi penurunan kesadaran diperlukan pemeriksaan lanjutan untuk mencari faktor penyebab. Untuk menentukan faktor penyebab dan komplikasi kejang pada anak, diperlukan beberapa pemeriksaan penunjang yaitu: laboratorium, pungsi lumbal, elektroensefalografi, dan neuroradiologi. Pemilihan jenis pemeriksaan penunjang disesuaikan dengan kebutuhan. Pemeriksaan yang dianjurkan pada pasien dengan kejang pertama adalah kadar glukosa darah, elektrolit, dan hitung jenis. 2

TATALAKSANA
Status epileptikus pada anak merupakan suatu kegawatan yang mengancam jiwa dengan resiko terjadinya gejala sisa neurologis. Makin lama kejang berlangsung makin sulit menghentikannya, oleh karena itu tatalaksana kejang umum yang lebih dari 5 menit adalah menghentikan kejang dan mencegah terjadinya status epileptikus. 9

Penghentian kejang: 7, 9
0 - 5 menit:
- Yakinkan bahwa aliran udara pernafasan baik
- Monitoring tanda vital, pertahankan perfusi oksigen ke jaringan, berikan oksigen
- Bila keadaan pasien stabil, lakukan anamnesis terarah, pemeriksaan umum dan neurologi secara cepat
- Cari tanda-tanda trauma, kelumpuhan fokal dan tanda-tanda infeksi

5 – 10 menit:
- Pemasangan akses intarvena
- Pengambilan darah untuk pemeriksaan: darah rutin, glukosa, elektrolit
- Pemberian diazepam 0,2 – 0,5 mg/kgbb secara intravena, atau diazepam rektal
0,5 mg/kgbb (berat badan < 10 kg = 5 mg; berat badan > 10 kg = 10 mg).Dosis diazepam intravena atau rektal dapat diulang satu – dua kali setelah 5 –10 menit..
- Jika didapatkan hipoglikemia, berikan glukosa 25% 2ml/kgbb.

10 – 15 menit
- Cenderung menjadi status konvulsivus
- Berikan fenitoin 15 – 20 mg/kgbb intravena diencerkan dengan NaCl 0,9%
- Dapat diberikan dosis ulangan fenitoin 5 – 10 mg/kgbb sampai maksimum dosis 30 mg/kgbb.

30 menit
- Berikan fenobarbital 10 mg/kgbb, dapat diberikan dosis tambahan 5-10 mg/kg dengan interval 10 – 15 menit.
- Pemeriksaan laboratorium sesuai kebutuhan, seperti analisis gas darah, elektrolit, gula darah. Lakukan koreksi sesuai kelainan yang ada. Awasi tanda
-tanda depresi pernafasan.
- Bila kejang masih berlangsung siapkan intubasi dan kirim ke unit perawatan intensif.

alogaritme penatalaksanaan kejang..........

KESIMPULAN
Penanganan kejang pada anak dimulai dengan memastikan adanya kejang. Kejang dapat berhenti sendiri, atau memerlukan pengobatan sat kejang. Tatalaksana kejang yang adekuat dibutuhkan untuk mencegah kejang menjadi status konvulsivus. Setelah kejang teratasi dilakukan anamnesis, pemeriksaan klinis neurologis, dan pemeriksaan penunjang sesuai indikasi untuk mencari penyebab kejang.

Daftar Pustaka
1. Schweich PJ, Zempsky WT. Selected topic in emergency medicine. Dalam: McMilan JA, DeAngelis CD, Feigen RD, Warshaw JB, Ed. Oski’s pediatrics. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins, 1999, h, 566-89.
2. Roth HI, Drislane FW. Seizures. Neurol Clin 1998; 16:257-84.
3. Smith DF, Appleton RE, MacKenzie JM, Chadwick DW. An Atlas of epilepsy. Edisi ke-1. New York: The Parthenon Publishing Group, 1998. h. 15-23.
4. Westbrook GL. Seizures and epilepsy. Dalam: Kandel ER, Scwartz JH, Jessel TM, ed. Principal of neural science. New York: MCGraw-Hill, 2000. h. 940-55.
5. Najm I, Ying Z, Janigro D. Mechanisms of epileptogenesis. Neurol Clin North Am 2001; 19:237-50.
6. Hanhan UA, Fiallos MR, Orlowski JP. Status epilepticus. Pediatr Clin North Am 2001;48:683-94.
7. Commission on Classification and Terminology of the International League Against Epilepsy. Proposal for revised clinical and electroencephalographic classification of epileptic seizures. Epilepsia 1981; 22:489-501.
8. Bradford JC, Kyriakedes CG. Evidence based emergency medicine;
Evaluatin and diagnostic testing evaluation of the patient with seizures; An
evidence based approach. Em Med Clin North Am 1999; 20:285-9.
9. Appleton PR, Choonara I, Marland T, Phillips B, Scott R, Whitehouse W.
The treatment of convulsive status epilepticus in children. Arch Dis Child
2000; 83:415-19.


Sumbernya ada disini pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/.../kejang_pada_anak.pdf

Rabu, 14 Desember 2011

DIAGNOSIS STROKE

Pendahuluan
Therapi suatu penyakit sangat tergantung dengan diagnosis penyakit tersebut,
tidak terkecuali stroke. Therapi stroke juga sangat tergantung dari jenis patologis stroke.
Sampai saat ini baku emas (gold standard) diagnosis stroke ditegakkan dari gejala-gejala
klinis. Diagnosis baku emas jenis patologis stroke ditegakkan dengan pemeriksaan CTScan
(Computerized Tomography Scan) atau dengan MRI (Magnetic Resonance
Imaging).
Keberhasilan therapi stroke juga sangat ditentukan keberhasilan therapi penyakitpenyakit
yang menyertai stroke, baik sebelum terjadi stroke atau sudah terjadi stroke. Hal
ini tentu pula diagnosis penyakit-penyakit yang menyertai stroke harus ditegakkandengan betul dan benar. Sesuai dengan sifat serangan stroke, yang terjadi sangat akut,
memerlukan tindakan therapi yang juga sangat cepat, untuk menghindari cacat permanen
akibat stroke, diperlukan pula penegakan diagnosis stroke dengan cepat pula.
Paradigma baru untuk menentukan pengambilan keputusan klinis (contoh:
menegakkan diagnosis, therapi) haruslah sesuai dengan Evidence-based Medicine1
Tujuan penulisan makalah ini adalah menjelaskan dan menguraikan dengan
cermat dan teliti bagaimana menegakkan diagnosis stroke, jenis patologis stroke dan
penyakit-penyakit yang menyertai stroke tersebut.

Pembahasan
Untuk menentukan kualitas bukti dalam menentukan status tes diagnosis, dipakai
the quality of evidence ratings for diagnosis tests yang dikembangkan oleh American
Academy of Neurology Therapeutics and Technology Subcommitee.
Table 1. Quality of Evidence Ratings for Radilogical Diagnositc Tests
Level of evidence
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Class A Evidence provided by a prospective study in a broad spectrum of persons with the suspected
condition, using a “gold standard” for case definition, where test is applied in a blinded evaluation,
and enabling the assessment of the appropriate test of diagnostic accuracy.
Class B Evidence provided by a prospective study in a broad spectrum of persons with the suspected
condition, or well-designed retrospective study of the broad spectrum of persons with an establish
condition (by the “gold standard”) is compared to a broad spectrum of controls, where tests is
applied evaluation and enabling the assessment of the appropriate test of diagnostic accuracy.
Class C Evidence supplied by a retrospective study where either persons with established condition or
controls are of a narrow spectrum, and where the test is applied in a blinded evaluation.
Class D Any design where test is not applied in blinded evaluation OR evidence provided by expert
opinion alone or in descriptive cases series (without controls).
Strength of recommendation
Grade I Established as useful/predictive for the given in specified population
Grade II Probably useful/predictive for the given in specified population
Grade III Possible useful/predictive for the given in specified population
Grade IV Data are inadequate or conflicting. Given current knowledge, the test/predictor is unproven.
Saat ini sudah tersedia 2 publikasi dunia yang dapat dipakai sebagai pegangan
yang dapat dipercaya, bagaimana menegakkan diagnosis stroke dan penyakit-penyakit
yang menyertainya, yaitu European Stroke Initiative (EUSI), Recommendations 2003 3
dan Guidelines for Early Management of Patient With Ischemic Stroke. A Scientific
Statement From the Stroke Council of the American Stroke Association, 2003.4
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Diagnosis stroke
Dilakukan anamnesis, pemeriksaan keadaan umum dan pemeriksaan neurologis
secepat mungkin, untuk segera mendapatkan diagnosis pasti stroke.
Untuk menegakkan diagnosis stroke perlu dilakukan anamnesis (untuk
mendapatkan gejala-gejala klinis akibat stroke), dan pemeriksaan neurologis (untuk
mendapatkan kelainan neurologis akibat stroke).
Gejala-gejala klinis stroke yang sering terjadi, yang perlu ditanyakan, adalah
(salah satu atau bersama-sama); (1) tiba-tiba perot, kelumpuhan satu sisi anggota gerak, (2) tiba-tiba semutan, gringgingan di muka, satu sisi anggota gerak, (3) tiba-tiba bingung,
sulit bicara atau bicaranya sulit dimengerti, (4) tiba-tiba terjadi gangguan penglihatan satu
atau ke dua mata, (5) tiba-tiba sulit untuk berjalan, sempoyongan, kehilangan
keseimbangan atau koodinasi, (6) tiba-tiba nyeri ke pala yang sangat, tanpa diketahui
sebab, dan (7) tiba-tiba terjadi penurunan kesadaran atau tidak sadar (koma).
Gejala-gejala klinis tersebut sangat tergantung dari jenis patologis stroke, sisi otak
dan bagian otak yang terganggu, dan bagaimana severitas dari gangguan otak tersebut.
Pola gangguan neurlogis pada penderita stroke akut, sesuai dengan letak lesinya, adalah
sebagai berikut;
1. Lesi di hemisfer kiri (dominan), dengan gejala-gejala; afasi, hemiparesis kanan,
hemiastesia kanan, hemianopsia homonymous kanan,dan gangguan gerakan bola
mata kanan
2. Lesi di hemisfer kanan (nondominan), dengan gejala-gejala; hemiparesis kiri,
hemiastesia kiri, hemianopsia homonymous kiri, dan gangguan gerakan bola
mata kiri
3. Lesi di subkortikal atau batang otak, dengan gejala-gejala; hemiplegia berat dan
hemiastesis berat, disartria, termasuk dysarhtria-clumsy hand, hemiparesisataksia,
dan tidak ada gangguan kognisi, bahasa dan penglihatan
4. Lesi di batang otak, dengan gejala-gejala; tetrapelgia dan tetraastesia total,
crossed signs (signs on same side of face and other side of body), dysconjugate
gaze, nygstagmus, ataxia, disartria, dan disphagia
5. Lesi di serebelum, dengan gejala-gejala ataksia tungkai ipsilateral dan ataksia
gait.
Untuk membedakan jenis patologis stroke (perdarahan atau iskemik atau infark),
dapat dilakukan segera mungkin pemeriksaan CT-Scan kepala (sebagai pemeriksaan
baku emas). Apabila pemeriksaan CT-Scan tidak memungkin dengan berbagai alasan,
dapat dipakai Algoritma Stroke Gadjah Mada (ASGM) yang telah diuji reliabilitas dan
validitasnya (grade I).5 ASGM terdiri dari 3 variabel, yaitu, nyeri kepala pada waktu saat
serangan, penurunan kesadaran pada waktu saat serangan dan refelks Babinski. Apabila
ada tiga atau dua variable tersebut, maka jenis patologis stroke adalah stroke perdarahan.
Apabila ada ada nyeri kepala atau penurunan kesadaran pada saat serangan, maka jenis
patologis stroke adalah stroke perdarahan. Stroke iskemik atau infark, apabila tidak ada
ketiga variable tersebut pada saat serangan.
Pemeriksaan CT-Scan adalah mutlak dilakukan apabila akan dilakukan pengobatan
dengan pengobata trombolitik (rtPA intravenus).2 Kalau keadaan memungkinkan dapat
dilakukan pemeriksaan MRI. Dengan pemeriksaan MRI dapat dilihat lesi kecil (yang
tidak terlihat dengan pemeriksaan CT-Scan) di kortikal, subkortikal, batang otak dan
serebelum. Juga dapat terlihat lesi teritori vaskuler dan iskemik akut lebih awal.
Setelah dilakukan pemeriksaan CT-Scan atau ASGM, untuk mengetahui severitas
stroke dan prognosis stroke dilakukan pemeriksaan Skala Stroke Gadjah Mada (SSGM),
yang diuji reliabilitas dan validitasnya (grade I).5

Pemeriksaan-pemeriksaan lain
Pemeriksaan jantung
Pemeriksaan kardiovaskuler klinis dan pemeriksaan 12-lead ECG harus
dikerjakan pada semua penderita stroke. Biasanya dilakukan selama 48 jam sejak kejadian stroke. Kelainan jantung sering terjadi pada penderita stroke dan penderita
dengan kondisi gangguan jantung akut harus segera ditanggulangi. Sebagai contoh
penderita infark miokard akut dapat menyebabkan stroke, sebaliknya stroke dapat pula
menyebabkan infark miokard akut. Sebagai tambahan, aritmia kordis dapat terjadi pada
penderita-penderita stroke iskemik akut. Fibrilasi atrial, sangat potensial untuk terjadi
stroke, dapat terdeteksi awal. Monitor jantung sering dilakukan setelah terjadi stroke
untuk menapis aritmia jantung serius.

Pemeriksaan tekanan darah
Pemeriksaan tekanan darah adalah wajib dilakukan rutin setiap hari, karena
hipertensi adalah faktor resiko utama terjadi stroke.

Pemeriksaan paru
Pemeriksaan klinis paru dan foto rontgen thorak adalah pemeriksaan rutin yang
harus dikerjakan.

Pemeriksaan laboratorium darah
Beberapa pemeriksaan rutin darah dikerjakan untuk mengindetifikasi kelainan sistemik
yang dapat menyebabkan terjadi stroke atau untuk melakukan pengobatan spesifik pada
stroke. Pemeriksaan tersebut adalah kadar gula darah, elektrolit, haemoglobin, angka
eritosit, angka leukosit, KED, angka platelet, waktu protrombin, activated partial
thrombopalstin time, fungsi hepar dan fungsi ginjal. Pemeriksaan analisis gas darah
dilakukan apabila dicurigai ada hipoksia. Pemeriksaan cairan otak dilakukan apabila
dicurigai stroke perdarahan subarakhnoid dan pada pemeriksaan CT-Scan tidak terlihat
ada perdarahan subarakhnoid. Pada penderita tertentu dilakukan pemeriksaan tambahan, sbagai berikut; protein C, cardiolipin antibodies, homocystein dan vasculitis-screening
(ANA, lupus AC).

Pemeriksaan EEG
Pemeriksaan EEG dilakukan apabila terjadi kejang, dan kejang pada penderita
stroke adalah kontraindikasi pemberian rtPA.

Vascular imaging
Doppler-and duplexsonography of extracranial and intracranial arteries
digunakan untuk mengidentifikasi oklusi atau stenosis arteria. Juga dipakai untuk monitor
efek pengobatan thrombolitik dan dapat menolong menentukan prognosis. Kalau
memungkinkan dapat juga dilakukan pemeriksaan magnetic resonance angiography dan
CT angiography untuk memeriksa oklusi atau stenosis arteria. Untuk memonitor
kardioemboli dilakukan pemeriksaan transthoracic and transoesophageal
echocardiography. Biasanya dilakukan setelah 24 jam serangan stroke.
Semua pemeriksaan klinis, pemeriksaan radiologis dan pemeriksaan laboratorium
darah direkomendasi oleh European Stroke Initiative (EUSI), Recommendations 2003 3
dan Guidelines for Early Management of Patient With Ischemic Stroke. A Scientific
Statement From the Stroke Council of the American Stroke Association, 2003. (grade I)4

Simpulan
Oleh karena stroke dengan sifat serangannya sangat akut, dapat menyebabkan
cacat permanen atau kematian, diperlukan therapi dengan cepat dan tepat. Untuk itu,
perlu ditegakkan diagnosis stroke dan jenis patologis stroke dengan cepat dan tepat pula. Diagnosis stroke dapat ditegakkan dengan gejala-gejala klinis yang khas dengan
gangguan neurolis, sesuai dengan letak lesi, jenis patologis stroke. CT-Scan dan MRI
adalah tes diagnosis baku emas untuk menentukan jenis patologis stroke. ASGM
(Algoritma Stroke Gadjah Mada) dapat dipakai dengan reliabilitas dan valididtas tinggi
untuk membedakan stroke iskemik akut dengan stroke perdarahan. Pemeriksaan –
pemeriksaan lain yang ada hubungannya dengan stroke sangat direkomendasikan oleh
European Stroke Initiative (EUSI), Recommendations 2003 dan Guidelines for Early
Management of Patient With Ischemic Stroke. A Scientific Statement From the Stroke
Council of the American Stroke Association, 2003.

Kepustakaan
1. Sacckett DL, Richardson WS, Rosenberg W, Haynes RB. Evidence-based
Medicine; How to Practice & Teach EBM. Churchill Livingstone, New York,
1997.
2. Fife TD, Tusa RJ, Furman JM, et al. Assessment, vestibular testing techniques in
adults and children: report of the Therapeutics and Technology Assessment
Subcommittee of the Ameircan Academic of Neurology. Neurology
2000;55:1431-1441
3. Hacke W, Kaste H, Bogousslavsky, et al. European Stroke Initiative,
Recommendations 2003. Ischaemic Stroke. Prophylaxis and Treatment.
Information for doctors in hospitals and practice. 2003.
4. Adams HP, Adams RJ, Brott T, et al. Guidelines for the Early Management of
Patients With Ischemic Stroke. A Scientific Statement From the Stroke Council of
the American Stroke Association, Stroke, 2003;34:1056-1083.
5. Lamsudin R. Praktek evidence-based medicine (EBM) dalam manajemen stroke
akut. BKM, 1998:3;129-135.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More