Translate

Buber angkatan

Teman itu >> selalu bisa buat kita ketawa dimanapun tempatnya dan makan apapun* yang ada didepanya!

Jalan-jalan

Teman itu >> selalu eksis dimanapun ada orang foto (habibi) ^_^.

Andika love Reza

Teman itu >> yang bikin kita terlihat seukuran dengan yang lainya :p (reza keliatan ideal kalo disamping andika).

Masa lampau (semester-2)

dari sekian banyak orang diatas, mana yg sampai sekarang face.nya g berubah2???

Herlambang and Rofiqoh

Teman itu >> bisa dijadikan pendamping setia sehidup semati. cirrrrcuitttt...

Jalan2 ke merbabu

Teman itu >> yang ngajak kita sholat dimanapun tempatnya

Fahmi - Habibi

Teman itu >> kadang terlihat sama walaupun jelaaaaas sekali berbeda

Minggu, 18 Desember 2011

Kejang pada anak (kuliah dr.erwin)

silahkan klik ini untuk mengunduh data : kejang

slide kuliah dosen dapat dipercaya, daripada copas artikel2 g jelas.....

Kejang pada anak (Oleh: Nia Kania, dr., SpA., MKes)

Kejang merupakan suatu manifestasi klinis yang sering dijumpai di ruang gawat darurat. Hampir 5% anak berumur di bawah 16 tahun setidaknya pernah mengalami sekali kejang selama hidupnya.1 Kejang penting sebagai suatu tanda adanya gangguan neurologis. Keadaan tersebut merupakan keadaan darurat. Kejang mungkin sederhana, dapat berhenti sendiri dan sedikit memerlukan pengobatan lanjutan, atau merupakan gejala awal dari penyakit berat, atau cenderung menjadi status epileptikus.2 Tatalaksana kejang seringkali tidak dilakukan secara baik. Karena diagnosis yang salah atau penggunaan obat yang kurang tepat dapat menyebabkan kejang tidak terkontrol, depresi nafas dan rawat inap yang tidak perlu. Langkah awal dalam menghadapi kejang adalah memastikan apakah gejala saat ini kejang atau bu kan. Selanjutnya melakukan identifikasi kemungkinan penyebabnya.2

PATOFISIOLOGI
Kejang adalah manifestasi klinis khas yang berlangsung secara intermitten dapat berupa gangguan kesadaran, tingkah laku, emosi, motorik, sensorik, dan atau otonom yang disebabkan oleh lepasnya muatan listrik yang berlebihan di neuron otak. 1,3 Status epileptikus adalah kejang yang terjadi lebih dari 30 menit atu kejang berulang lebih dari 30 menit tanpa disertai pemulihan kesadaran.2 Mekanisme dasar terjadinya kejang adalah peningkatan aktifitas listrik yang berlebihan pada neuron-neuron dan mampu secara berurutan merangsang sel neuron lain secara bersama-sama melepaskan muatan listriknya. Hal tersebut diduga disebabkan oleh; 1] kemampuan membran sel sebagai pacemaker neuron untuk melepaskan muatan listrik yang berlebihan; 2] berkurangnya inhibisi oleh neurotransmitter asam gama amino butirat [GABA]; atau 3] meningkatnya eksitasi sinaptik oleh transmiter asam glutamat dan aspartat melalui jalur eksitasi yang berulang. 3,4,5 Status epileptikus terjadi oleh karena proses eksitasi yang berlebihan berlangsung terus menerus, di samping akibat ilnhibisi yang tidak sempurna. 6

KRITERIA KEJANG
Diagnosis kejang ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan penunjang, sangat penting membedakan apakah serangan yang terjadi adalah kejang atau serangan yang menyerupai kejang. Perbedaan diantara keduanya adalah pada tabel 1:



KLASIFIKASI
Setelah diyakini bahwa serangan ini adalah kejang, selanjutnya perlu ditentukan jenis kejang. Saat ini klasifikasi kejang yang umum digunakan adalah berdasarkan Klasifikasi International League Against Epilepsy of Epileptic Seizure [ILAE] 1981, yaitu dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Klasifikasi kejang
I. Kejang parsial (fokal, lokal)
A. Kejang fokal sederhana
B. Kejang parsial kompleks
C. Kejang parsial yang menjadi umum
II. Kejang umum
A. Absens
B. Mioklonik
C. Klonik
D. Tonik
E. Tonik-klonik
F. Atonik
III. Tidak dapat diklasifikasi

ETIOLOGI
Langkah selanjutnya, setelah diyakini bahwa serangan saat ini adalah kejang adalah mencari penyebab kejang. Penentuan faktor penyebab kejang sangat menentukan untuk tatalaksana selanjutnya,2 karena kejang dapat diakibatkan berbagai macam etiologi. Adapun etiologi kejang yang tersering pada anak dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Penyebab tersering kejang pada anak
- Kejang demam
- Infeksi: meningitis, ensefalitis
- Gangguan metabolik: hipoglikemia, hiponatremia, hipoksemia, hipokalsemia, gangguan elektrolit, defisiensi piridoksin, gagal ginjal, gagal hati, gangguan metabolik bawaan
- Trauma kepala
- Keracunan: alkohol, teofilin
- Penghentian obat anti epilepsi
- Lain-lain: enselopati hipertensi, tumor otak, perdarahan intrakranial, idiopatik
Sumber: 1

DIAGNOSIS
Anamnesis dan pemeriksaan fisis yang baik diperlukan untuk memilih pemeriksaan penunjang yang terarah dan tatalaksana selanjutnya. Anamnesis dimulai dari riwayat perjalanan penyakit sampai terjadinya kejang, kemudian mencari kemungkinan adanya faktor pencetus atau penyebab kejang. 2 Ditanyakan riwayat kejang sebelumnya, kondisi medis yang berhubungan, obatobatan, trauma, gejala-gejala infeksi, keluhan neurologis, nyeri atau cedera akibat kejang. 8 Pemeriksaan fisis dimulai dengan tanda-tanda vital, mencari tanda-tanda trauma akut kepala dan adanya kelainan sistemik, 2 terpapar zat toksik, infeksi, atau adanya kelainan neurologis fokal. 8 Bila terjadi penurunan kesadaran diperlukan pemeriksaan lanjutan untuk mencari faktor penyebab. Untuk menentukan faktor penyebab dan komplikasi kejang pada anak, diperlukan beberapa pemeriksaan penunjang yaitu: laboratorium, pungsi lumbal, elektroensefalografi, dan neuroradiologi. Pemilihan jenis pemeriksaan penunjang disesuaikan dengan kebutuhan. Pemeriksaan yang dianjurkan pada pasien dengan kejang pertama adalah kadar glukosa darah, elektrolit, dan hitung jenis. 2

TATALAKSANA
Status epileptikus pada anak merupakan suatu kegawatan yang mengancam jiwa dengan resiko terjadinya gejala sisa neurologis. Makin lama kejang berlangsung makin sulit menghentikannya, oleh karena itu tatalaksana kejang umum yang lebih dari 5 menit adalah menghentikan kejang dan mencegah terjadinya status epileptikus. 9

Penghentian kejang: 7, 9
0 - 5 menit:
- Yakinkan bahwa aliran udara pernafasan baik
- Monitoring tanda vital, pertahankan perfusi oksigen ke jaringan, berikan oksigen
- Bila keadaan pasien stabil, lakukan anamnesis terarah, pemeriksaan umum dan neurologi secara cepat
- Cari tanda-tanda trauma, kelumpuhan fokal dan tanda-tanda infeksi

5 – 10 menit:
- Pemasangan akses intarvena
- Pengambilan darah untuk pemeriksaan: darah rutin, glukosa, elektrolit
- Pemberian diazepam 0,2 – 0,5 mg/kgbb secara intravena, atau diazepam rektal
0,5 mg/kgbb (berat badan < 10 kg = 5 mg; berat badan > 10 kg = 10 mg).Dosis diazepam intravena atau rektal dapat diulang satu – dua kali setelah 5 –10 menit..
- Jika didapatkan hipoglikemia, berikan glukosa 25% 2ml/kgbb.

10 – 15 menit
- Cenderung menjadi status konvulsivus
- Berikan fenitoin 15 – 20 mg/kgbb intravena diencerkan dengan NaCl 0,9%
- Dapat diberikan dosis ulangan fenitoin 5 – 10 mg/kgbb sampai maksimum dosis 30 mg/kgbb.

30 menit
- Berikan fenobarbital 10 mg/kgbb, dapat diberikan dosis tambahan 5-10 mg/kg dengan interval 10 – 15 menit.
- Pemeriksaan laboratorium sesuai kebutuhan, seperti analisis gas darah, elektrolit, gula darah. Lakukan koreksi sesuai kelainan yang ada. Awasi tanda
-tanda depresi pernafasan.
- Bila kejang masih berlangsung siapkan intubasi dan kirim ke unit perawatan intensif.

alogaritme penatalaksanaan kejang..........

KESIMPULAN
Penanganan kejang pada anak dimulai dengan memastikan adanya kejang. Kejang dapat berhenti sendiri, atau memerlukan pengobatan sat kejang. Tatalaksana kejang yang adekuat dibutuhkan untuk mencegah kejang menjadi status konvulsivus. Setelah kejang teratasi dilakukan anamnesis, pemeriksaan klinis neurologis, dan pemeriksaan penunjang sesuai indikasi untuk mencari penyebab kejang.

Daftar Pustaka
1. Schweich PJ, Zempsky WT. Selected topic in emergency medicine. Dalam: McMilan JA, DeAngelis CD, Feigen RD, Warshaw JB, Ed. Oski’s pediatrics. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins, 1999, h, 566-89.
2. Roth HI, Drislane FW. Seizures. Neurol Clin 1998; 16:257-84.
3. Smith DF, Appleton RE, MacKenzie JM, Chadwick DW. An Atlas of epilepsy. Edisi ke-1. New York: The Parthenon Publishing Group, 1998. h. 15-23.
4. Westbrook GL. Seizures and epilepsy. Dalam: Kandel ER, Scwartz JH, Jessel TM, ed. Principal of neural science. New York: MCGraw-Hill, 2000. h. 940-55.
5. Najm I, Ying Z, Janigro D. Mechanisms of epileptogenesis. Neurol Clin North Am 2001; 19:237-50.
6. Hanhan UA, Fiallos MR, Orlowski JP. Status epilepticus. Pediatr Clin North Am 2001;48:683-94.
7. Commission on Classification and Terminology of the International League Against Epilepsy. Proposal for revised clinical and electroencephalographic classification of epileptic seizures. Epilepsia 1981; 22:489-501.
8. Bradford JC, Kyriakedes CG. Evidence based emergency medicine;
Evaluatin and diagnostic testing evaluation of the patient with seizures; An
evidence based approach. Em Med Clin North Am 1999; 20:285-9.
9. Appleton PR, Choonara I, Marland T, Phillips B, Scott R, Whitehouse W.
The treatment of convulsive status epilepticus in children. Arch Dis Child
2000; 83:415-19.


Sumbernya ada disini pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/.../kejang_pada_anak.pdf

Rabu, 14 Desember 2011

DIAGNOSIS STROKE

Pendahuluan
Therapi suatu penyakit sangat tergantung dengan diagnosis penyakit tersebut,
tidak terkecuali stroke. Therapi stroke juga sangat tergantung dari jenis patologis stroke.
Sampai saat ini baku emas (gold standard) diagnosis stroke ditegakkan dari gejala-gejala
klinis. Diagnosis baku emas jenis patologis stroke ditegakkan dengan pemeriksaan CTScan
(Computerized Tomography Scan) atau dengan MRI (Magnetic Resonance
Imaging).
Keberhasilan therapi stroke juga sangat ditentukan keberhasilan therapi penyakitpenyakit
yang menyertai stroke, baik sebelum terjadi stroke atau sudah terjadi stroke. Hal
ini tentu pula diagnosis penyakit-penyakit yang menyertai stroke harus ditegakkandengan betul dan benar. Sesuai dengan sifat serangan stroke, yang terjadi sangat akut,
memerlukan tindakan therapi yang juga sangat cepat, untuk menghindari cacat permanen
akibat stroke, diperlukan pula penegakan diagnosis stroke dengan cepat pula.
Paradigma baru untuk menentukan pengambilan keputusan klinis (contoh:
menegakkan diagnosis, therapi) haruslah sesuai dengan Evidence-based Medicine1
Tujuan penulisan makalah ini adalah menjelaskan dan menguraikan dengan
cermat dan teliti bagaimana menegakkan diagnosis stroke, jenis patologis stroke dan
penyakit-penyakit yang menyertai stroke tersebut.

Pembahasan
Untuk menentukan kualitas bukti dalam menentukan status tes diagnosis, dipakai
the quality of evidence ratings for diagnosis tests yang dikembangkan oleh American
Academy of Neurology Therapeutics and Technology Subcommitee.
Table 1. Quality of Evidence Ratings for Radilogical Diagnositc Tests
Level of evidence
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Class A Evidence provided by a prospective study in a broad spectrum of persons with the suspected
condition, using a “gold standard” for case definition, where test is applied in a blinded evaluation,
and enabling the assessment of the appropriate test of diagnostic accuracy.
Class B Evidence provided by a prospective study in a broad spectrum of persons with the suspected
condition, or well-designed retrospective study of the broad spectrum of persons with an establish
condition (by the “gold standard”) is compared to a broad spectrum of controls, where tests is
applied evaluation and enabling the assessment of the appropriate test of diagnostic accuracy.
Class C Evidence supplied by a retrospective study where either persons with established condition or
controls are of a narrow spectrum, and where the test is applied in a blinded evaluation.
Class D Any design where test is not applied in blinded evaluation OR evidence provided by expert
opinion alone or in descriptive cases series (without controls).
Strength of recommendation
Grade I Established as useful/predictive for the given in specified population
Grade II Probably useful/predictive for the given in specified population
Grade III Possible useful/predictive for the given in specified population
Grade IV Data are inadequate or conflicting. Given current knowledge, the test/predictor is unproven.
Saat ini sudah tersedia 2 publikasi dunia yang dapat dipakai sebagai pegangan
yang dapat dipercaya, bagaimana menegakkan diagnosis stroke dan penyakit-penyakit
yang menyertainya, yaitu European Stroke Initiative (EUSI), Recommendations 2003 3
dan Guidelines for Early Management of Patient With Ischemic Stroke. A Scientific
Statement From the Stroke Council of the American Stroke Association, 2003.4
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Diagnosis stroke
Dilakukan anamnesis, pemeriksaan keadaan umum dan pemeriksaan neurologis
secepat mungkin, untuk segera mendapatkan diagnosis pasti stroke.
Untuk menegakkan diagnosis stroke perlu dilakukan anamnesis (untuk
mendapatkan gejala-gejala klinis akibat stroke), dan pemeriksaan neurologis (untuk
mendapatkan kelainan neurologis akibat stroke).
Gejala-gejala klinis stroke yang sering terjadi, yang perlu ditanyakan, adalah
(salah satu atau bersama-sama); (1) tiba-tiba perot, kelumpuhan satu sisi anggota gerak, (2) tiba-tiba semutan, gringgingan di muka, satu sisi anggota gerak, (3) tiba-tiba bingung,
sulit bicara atau bicaranya sulit dimengerti, (4) tiba-tiba terjadi gangguan penglihatan satu
atau ke dua mata, (5) tiba-tiba sulit untuk berjalan, sempoyongan, kehilangan
keseimbangan atau koodinasi, (6) tiba-tiba nyeri ke pala yang sangat, tanpa diketahui
sebab, dan (7) tiba-tiba terjadi penurunan kesadaran atau tidak sadar (koma).
Gejala-gejala klinis tersebut sangat tergantung dari jenis patologis stroke, sisi otak
dan bagian otak yang terganggu, dan bagaimana severitas dari gangguan otak tersebut.
Pola gangguan neurlogis pada penderita stroke akut, sesuai dengan letak lesinya, adalah
sebagai berikut;
1. Lesi di hemisfer kiri (dominan), dengan gejala-gejala; afasi, hemiparesis kanan,
hemiastesia kanan, hemianopsia homonymous kanan,dan gangguan gerakan bola
mata kanan
2. Lesi di hemisfer kanan (nondominan), dengan gejala-gejala; hemiparesis kiri,
hemiastesia kiri, hemianopsia homonymous kiri, dan gangguan gerakan bola
mata kiri
3. Lesi di subkortikal atau batang otak, dengan gejala-gejala; hemiplegia berat dan
hemiastesis berat, disartria, termasuk dysarhtria-clumsy hand, hemiparesisataksia,
dan tidak ada gangguan kognisi, bahasa dan penglihatan
4. Lesi di batang otak, dengan gejala-gejala; tetrapelgia dan tetraastesia total,
crossed signs (signs on same side of face and other side of body), dysconjugate
gaze, nygstagmus, ataxia, disartria, dan disphagia
5. Lesi di serebelum, dengan gejala-gejala ataksia tungkai ipsilateral dan ataksia
gait.
Untuk membedakan jenis patologis stroke (perdarahan atau iskemik atau infark),
dapat dilakukan segera mungkin pemeriksaan CT-Scan kepala (sebagai pemeriksaan
baku emas). Apabila pemeriksaan CT-Scan tidak memungkin dengan berbagai alasan,
dapat dipakai Algoritma Stroke Gadjah Mada (ASGM) yang telah diuji reliabilitas dan
validitasnya (grade I).5 ASGM terdiri dari 3 variabel, yaitu, nyeri kepala pada waktu saat
serangan, penurunan kesadaran pada waktu saat serangan dan refelks Babinski. Apabila
ada tiga atau dua variable tersebut, maka jenis patologis stroke adalah stroke perdarahan.
Apabila ada ada nyeri kepala atau penurunan kesadaran pada saat serangan, maka jenis
patologis stroke adalah stroke perdarahan. Stroke iskemik atau infark, apabila tidak ada
ketiga variable tersebut pada saat serangan.
Pemeriksaan CT-Scan adalah mutlak dilakukan apabila akan dilakukan pengobatan
dengan pengobata trombolitik (rtPA intravenus).2 Kalau keadaan memungkinkan dapat
dilakukan pemeriksaan MRI. Dengan pemeriksaan MRI dapat dilihat lesi kecil (yang
tidak terlihat dengan pemeriksaan CT-Scan) di kortikal, subkortikal, batang otak dan
serebelum. Juga dapat terlihat lesi teritori vaskuler dan iskemik akut lebih awal.
Setelah dilakukan pemeriksaan CT-Scan atau ASGM, untuk mengetahui severitas
stroke dan prognosis stroke dilakukan pemeriksaan Skala Stroke Gadjah Mada (SSGM),
yang diuji reliabilitas dan validitasnya (grade I).5

Pemeriksaan-pemeriksaan lain
Pemeriksaan jantung
Pemeriksaan kardiovaskuler klinis dan pemeriksaan 12-lead ECG harus
dikerjakan pada semua penderita stroke. Biasanya dilakukan selama 48 jam sejak kejadian stroke. Kelainan jantung sering terjadi pada penderita stroke dan penderita
dengan kondisi gangguan jantung akut harus segera ditanggulangi. Sebagai contoh
penderita infark miokard akut dapat menyebabkan stroke, sebaliknya stroke dapat pula
menyebabkan infark miokard akut. Sebagai tambahan, aritmia kordis dapat terjadi pada
penderita-penderita stroke iskemik akut. Fibrilasi atrial, sangat potensial untuk terjadi
stroke, dapat terdeteksi awal. Monitor jantung sering dilakukan setelah terjadi stroke
untuk menapis aritmia jantung serius.

Pemeriksaan tekanan darah
Pemeriksaan tekanan darah adalah wajib dilakukan rutin setiap hari, karena
hipertensi adalah faktor resiko utama terjadi stroke.

Pemeriksaan paru
Pemeriksaan klinis paru dan foto rontgen thorak adalah pemeriksaan rutin yang
harus dikerjakan.

Pemeriksaan laboratorium darah
Beberapa pemeriksaan rutin darah dikerjakan untuk mengindetifikasi kelainan sistemik
yang dapat menyebabkan terjadi stroke atau untuk melakukan pengobatan spesifik pada
stroke. Pemeriksaan tersebut adalah kadar gula darah, elektrolit, haemoglobin, angka
eritosit, angka leukosit, KED, angka platelet, waktu protrombin, activated partial
thrombopalstin time, fungsi hepar dan fungsi ginjal. Pemeriksaan analisis gas darah
dilakukan apabila dicurigai ada hipoksia. Pemeriksaan cairan otak dilakukan apabila
dicurigai stroke perdarahan subarakhnoid dan pada pemeriksaan CT-Scan tidak terlihat
ada perdarahan subarakhnoid. Pada penderita tertentu dilakukan pemeriksaan tambahan, sbagai berikut; protein C, cardiolipin antibodies, homocystein dan vasculitis-screening
(ANA, lupus AC).

Pemeriksaan EEG
Pemeriksaan EEG dilakukan apabila terjadi kejang, dan kejang pada penderita
stroke adalah kontraindikasi pemberian rtPA.

Vascular imaging
Doppler-and duplexsonography of extracranial and intracranial arteries
digunakan untuk mengidentifikasi oklusi atau stenosis arteria. Juga dipakai untuk monitor
efek pengobatan thrombolitik dan dapat menolong menentukan prognosis. Kalau
memungkinkan dapat juga dilakukan pemeriksaan magnetic resonance angiography dan
CT angiography untuk memeriksa oklusi atau stenosis arteria. Untuk memonitor
kardioemboli dilakukan pemeriksaan transthoracic and transoesophageal
echocardiography. Biasanya dilakukan setelah 24 jam serangan stroke.
Semua pemeriksaan klinis, pemeriksaan radiologis dan pemeriksaan laboratorium
darah direkomendasi oleh European Stroke Initiative (EUSI), Recommendations 2003 3
dan Guidelines for Early Management of Patient With Ischemic Stroke. A Scientific
Statement From the Stroke Council of the American Stroke Association, 2003. (grade I)4

Simpulan
Oleh karena stroke dengan sifat serangannya sangat akut, dapat menyebabkan
cacat permanen atau kematian, diperlukan therapi dengan cepat dan tepat. Untuk itu,
perlu ditegakkan diagnosis stroke dan jenis patologis stroke dengan cepat dan tepat pula. Diagnosis stroke dapat ditegakkan dengan gejala-gejala klinis yang khas dengan
gangguan neurolis, sesuai dengan letak lesi, jenis patologis stroke. CT-Scan dan MRI
adalah tes diagnosis baku emas untuk menentukan jenis patologis stroke. ASGM
(Algoritma Stroke Gadjah Mada) dapat dipakai dengan reliabilitas dan valididtas tinggi
untuk membedakan stroke iskemik akut dengan stroke perdarahan. Pemeriksaan –
pemeriksaan lain yang ada hubungannya dengan stroke sangat direkomendasikan oleh
European Stroke Initiative (EUSI), Recommendations 2003 dan Guidelines for Early
Management of Patient With Ischemic Stroke. A Scientific Statement From the Stroke
Council of the American Stroke Association, 2003.

Kepustakaan
1. Sacckett DL, Richardson WS, Rosenberg W, Haynes RB. Evidence-based
Medicine; How to Practice & Teach EBM. Churchill Livingstone, New York,
1997.
2. Fife TD, Tusa RJ, Furman JM, et al. Assessment, vestibular testing techniques in
adults and children: report of the Therapeutics and Technology Assessment
Subcommittee of the Ameircan Academic of Neurology. Neurology
2000;55:1431-1441
3. Hacke W, Kaste H, Bogousslavsky, et al. European Stroke Initiative,
Recommendations 2003. Ischaemic Stroke. Prophylaxis and Treatment.
Information for doctors in hospitals and practice. 2003.
4. Adams HP, Adams RJ, Brott T, et al. Guidelines for the Early Management of
Patients With Ischemic Stroke. A Scientific Statement From the Stroke Council of
the American Stroke Association, Stroke, 2003;34:1056-1083.
5. Lamsudin R. Praktek evidence-based medicine (EBM) dalam manajemen stroke
akut. BKM, 1998:3;129-135.

Minggu, 30 Oktober 2011

Diabetes melitus

A. Konsep  Dasar
1.  Definisi
Diabetes Melitus ( DM ) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, dengan  tanda  –  tanda hiperglikemia dan  glukosuria,  disertai  dengan  atau  tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya   insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolisme lemak dan protein. ( Askandar, 2000).
Gangren adalah proses atau keadaan  yang ditandai dengan adanya jaringan mati atau nekrosis, namun secara mikrobiologis adalah proses nekrosis yang disebabkan oleh infeksi. ( Askandar, 2001 ). Gangren Kaki Diabetik adalah luka pada kaki yang merah kehitam-hitaman dan berbau busuk akibat sumbatan yang terjadi di pembuluh darah sedang atau besar di tungkai. ( Askandar, 2001).

2.  Anatomi Fisiologi
Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira – kira 15 cm, lebar  5 cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa  dan beratnya rata – rata 60 – 90 gram. Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung.
Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik hewan maupun manusia. Bagian depan (kepala) kelenjar pankreas terletak pada lekukan yang dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang merupakan bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpa dengan bagian ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini. Dari segi perkembangan  embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan epitel yang membentuk usus.

Pankreas terdiri dari dua jaringan utama, yaitu :
(1). Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum.
(2). Pulau Langerhans yang tidak tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi menyekresi insulin dan glukagon langsung ke darah.
Pulau – pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pamkreas tersebar di seluruh pankreas dengan berat hanya 1 – 3 % dari berat total pankreas. Pulau langerhans berbentuk ovoid dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau langerhans yang terkecil adalah 50 µ, sedangkan yang terbesar 300 µ, terbanyak adalah yang besarnya 100 – 225 µ. Jumlah semua pulau langerhans di pankreas diperkirakan antara 1 – 2 juta.

Pulau langerhans manusia, mengandung tiga jenis sel utama, yaitu :
(1). Sel – sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20 – 40 % ; memproduksi glikagon yang manjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai “ anti insulin like activity “.
(2). Sel – sel B ( betha ), jumlahnya sekitar 60 – 80 % , membuat insulin.
(3). Sel – sel D ( delta ), jumlahnya sekitar 5 – 15 %, membuat somatostatin.

Masing  –  masing  sel  tersebut,  dapat  dibedakan  berdasarkan  struktur  dan  sifat pewarnaan. Di bawah mikroskop pulau-pulau langerhans ini nampak berwarna pucat dan banyak mengandung pembuluh darah kapiler. Pada penderita DM, sel beha sering ada tetapi berbeda dengan sel beta yang  normal dimana sel beta tidak menunjukkan reaksi pewarnaan untuk insulin sehingga dianggap tidak berfungsi.Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 untuk insulin manusia. Molekul insulin terdiri dari dua rantai polipeptida yang tidak sama, yaitu rantai A dan
B. Kedua rantai ini dihubungkan oleh  dua jembatan ( perangkai ), yang terdiri dari disulfida. Rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino.
Insulin dapat larut pada pH 4 – 7 dengan titik isoelektrik pada 5,3. Sebelum insulin dapat berfungsi, ia harus berikatan dengan protein reseptor yang besar di dalam membrana sel.
Insulin di sintesis sel beta pankreas dari proinsulin dan di simpan dalam butiran berselaput yang berasal dari kompleks Golgi. Pengaturan sekresi insulin dipengaruhi
efek  umpan  balik  kadar  glukosa  darah  pada  pankreas.  Bila  kadar  glukosa  darah meningkat diatas 100 mg/100ml darah, sekresi insulin meningkat cepat. Bila kadar glukosa normal atau rendah, produksi insulin akan menurun.
Selain kadar glukosa darah, faktor lain seperti asam amino, asam lemak, dan
hormon gastrointestina merangsang sekresi insulin dalam derajat berbeda-beda. Fungsi metabolisme utama insulin untuk meningkatkan kecepatan transport glukosa melalui membran sel ke jaringan terutama sel – sel otot, fibroblas dan sel lemak.

3. Etiologi
a.  Diabetes Melitus
DM  mempunyai  etiologi  yang  heterogen,  dimana  berbagai  lesi  dapat menyebabkan insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik biasanya memegang peranan penting pada mayoritas DM. Faktor lain yang dianggap sebagai kemungkinan etiologi DM yaitu :
1.  Kelainan sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel beta sampai kegagalan sel beta melepas insulin.
2.  Faktor – faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta, antara lain agen yang dapat menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan karbohidrat dan gula yang diproses secara berlebihan, obesitas dan kehamilan.
3.  Gangguan sistem imunitas. Sistem ini dapat dilakukan oleh autoimunitas yang disertai pembentukan sel – sel antibodi antipankreatik dan mengakibatkan kerusakan sel - sel penyekresi insulin, kemudian peningkatan kepekaan sel beta oleh virus.
4.  Kelainan insulin. Pada pasien obesitas, terjadi gangguan kepekaan jaringan terhadap  insulin  akibat  kurangnya reseptor  insulin  yang  terdapat  pada membran sel yang responsir terhadap insulin.

b.  Gangren Kaki Diabetik
Faktor  –  faktor  yang  berpengaruh  atas  terjadinya  gangren  kaki  diabetik dibagi menjadi endogen dan faktor eksogen.
Faktor endogen : a. Genetik, metabolik b. Angiopati diabetik c. Neuropati diabetik
Faktor eksogen :  a. Trauma b. Infeksi c. Obat

4. Patofisiologis
a. Diabetes Melitus
Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat dihubungkan dengan salah
satu efek utama akibat kurangnya insulin berikut:
1. Berkurangnya  pemakaian  glukosa  oleh  sel  –  sel  tubuh  yang  mengakibatkan naiknya konsentrasi glukosa darah setinggi 300 – 1200 mg/dl.
2. Peningkatan   mobilisasi   lemak   dari   daerah   penyimpanan   lemak   yang menyebabkan terjadinya metabolisme lemak yang abnormal disertai dengan endapan kolestrol pada dinding pembuluh darah.
3. Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.
Pasien – pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi sesudah makan. Pada hiperglikemia yang parah yang melebihi ambang ginjal normal ( konsentrasi glukosa darah sebesar 160 – 180 mg/100 ml ), akan timbul glikosuria karena tubulus – tubulus renalis tidak dapat   menyerap kembali semua glukosa.
Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang menyebabkan poliuri disertai kehilangan sodium, klorida, potasium, dan pospat. Adanya poliuri menyebabkan dehidrasi dan timbul polidipsi. Akibat glukosa yang keluar bersama urine maka pasien akan mengalami keseimbangan protein negatif dan berat badan menurun serta cenderung terjadi polifagi. Akibat yang lain adalah astenia atau kekurangan energi sehingga pasien menjadi cepat telah dan mengantuk yang disebabkan   oleh   berkurangnya   atau   hilangnya   protein   tubuh   dan   juga berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk energi.
Hiperglikemia yang lama   akan menyebabkan arterosklerosis, penebalan membran basalis dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan memudahkan terjadinya gangren.

b. Gangren Kaki Diabetik
Ada  dua  teori  utama  mengenai  terjadinya  komplikasi  kronik  DM  akibat hiperglikemia, yaitu teori sorbitol dan teori glikosilasi.

1. Teori Sorbitol
Hiperglikemia akan menyebabkan penumpukan kadar glukosa pada sel dan jaringan tertentu dan dapat mentransport glukosa tanpa insulin. Glukosa yang berlebihan ini tidak akan termetabolisasi habis secara normal  melalui glikolisis, tetapi  sebagian  dengan  perantaraan  enzim  aldose  reduktase  akan  diubah menjadi sorbitol. Sorbitol akan tertumpuk dalam sel / jaringan tersebut dan menyebabkan kerusakan dan perubahan fungsi.



2. Teori Glikosilasi
Akibat hiperglikemia akan menyebabkan terjadinya glikosilasi pada semua protein, terutama yang mengandung senyawa lisin. Terjadinya proses glikosilasi pada protein membran basal dapat menjelaskan semua komplikasi baik makro maupun mikro vaskular.
Terjadinya Kaki Diabetik (KD)  sendiri disebabkan oleh  faktor – faktor disebutkan dalam etiologi. Faktor utama yang berperan timbulnya KD adalah angiopati, neuropati dan infeksi. Neuropati merupakan faktor penting untuk terjadinya   KD.   Adanya   neuropati   perifer   akan  menyebabkan  terjadinya gangguan  sensorik  maupun  motorik.  Gangguan  sensorik  akan  menyebabkan hilang atau menurunnya sensasi nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami trauma tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan motorik juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi otot kaki, sehingga merubah titik tumpu yang menyebabkan ulsetrasi pada kaki pasien. Angiopati akan menyebabkan terganggunya   aliran darah   ke kaki. Apabila sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar maka   penderita akan merasa sakit tungkainya sesudah ia berjalan pada jarak tertentu. Manifestasi gangguan pembuluh darah yang lain dapat berupa : ujung kaki terasa dingin, nyeri kaki di malam hari, denyut arteri hilang, kaki menjadi pucat bila dinaikkan. Adanya angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi, oksigen (zat asam ) serta antibiotika sehingga menyebabkan luka sulit sembuh ( Levin,1993). Infeksi sering merupakan komplikasi yang menyertai KD akibat berkurangnya aliran darah atau neuropati, sehingga faktor angiopati dan infeksi berpengaruh terhdap penyembuhan atau pengobatan dari KD.

5. Klasifikasi
Wagner ( 1983 ) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan , yaitu :

Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai kelainan bentuk kaki seperti “claw,callus “.
Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang. Derajat III: Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
Derajat IV  :  Gangren  jari  kaki  atau  bagian  distal  kaki  dengan  atau  tanpa selulitis.
Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.

Sedangkan Brand (1986) dan Ward (1987) membagi gangren kaki menjadi 2 (dua) golongan :
1.  Kaki Diabetik  akibat  Iskemia ( KDI )
Disebabkan penurunan aliran darah ke tungkai akibat adanya makroangiopati ( arterosklerosis ) dari pembuluh darah besar ditungkai, terutama di daerah betis. Gambaran klinis KDI :
- Penderita mengeluh nyeri waktu istirahat.
- Pada perabaan terasa dingin.
- Pulsasi pembuluh darah kurang kuat.
- Didapatkan ulkus sampai gangren.

2.  Kaki Diabetik  akibat  Neuropati ( KDN )
Terjadi kerusakan syaraf somatik dan otonomik, tidak ada gangguan dari sirkulasi. Klinis di jumpai kaki yang kering, hangat, kesemutan, mati rasa, oedem kaki, dengan pulsasi pembuluh darah kaki teraba baik.

6. Dampak Masalah
Adanya penyakit gangren kaki diabetik akan mempengaruhi kehidupan individu dan keluarga. Adapun dampak masalah yang bisa terjadi meliputi :
a.  Pada  Individu
Pola dan gaya hidup penderita akan berubah dengan adanya penyakit ini, Gordon telah mengembangkan 11 pola fungsi kesehatan yang dapat digunakan untuk mengetahui perubahan tersebut.

1.  Pola  persepsi  dan tata laksana  hidup  sehat
Pada pasien gangren kaki diabetik  terjadi perubahan persepsi dan tata laksana  hidup  sehat  karena  kurangnya  pengetahuan  tentang  dampak gangren kaki diabetuk sehingga menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang lama, oleh karena itu perlu adanya penjelasan yang benar dan mudah dimengerti pasien.

2.  Pola  nutrisi  dan metabolisme
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan keluhan sering kencing, banyak makan, banyak minum, berat badan menurun dan  mudah  lelah.  Keadaan  tersebut  dapat  mengakibatkan  terjadinya gangguan   nutrisi   dan   metabolisme   yang   dapat   mempengaruhi   status kesehatan  penderita.

3.  Pola  eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa pada urine ( glukosuria ). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan.

4.  Pola tidur dan istirahat
Adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka dan situasi rumah sakit yang ramai akan mempengaruhi waktu tidur dan istirahat penderita, sehingga pola tidur dan waktu tidur penderita mengalami perubahan.

5.  Pola  aktivitas dan latihan
Adanya luka gangren dan kelemahan otot – otot pada tungkai bawah menyebabkan penderita tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal, penderita  mudah mengalami kelelahan.

6.  Pola  hubungan dan peran
Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita malu dan menarik diri dari pergaulan.

7.  Pola  sensori  dan kognitif
Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati / mati rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya trauma.

8.  Pola  persepsi  dan konsep  diri
Adanya  perubahan  fungsi  dan  struktur  tubuh  akan  menyebabkan penderita  mengalami  gangguan  pada  gambaran  diri.  Luka  yang  sukar sembuh, lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran pada keluarga ( self esteem ).

9.  Pola  seksual  dan reproduksi
Angiopati  dapat  terjadi  pada  sistem  pembuluh  darah  di  organ reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi sek, gangguan kualitas maupun  ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme.

10. Pola  mekanisme stres  dan koping
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif  berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain – lain, dapat menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif / adaptif.

11. Pola tata nilai dan kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta luka pada kaki tidak menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi mempengaruhi pola ibadah penderita.

b.  Dampak pada  keluarga
Dengan adanya salah satu anggota keluarga yang sakit dan dirawat di rumah sakit akan muncul bermacam –macam reaksi psikologis dari kelurga, karena masalah   kesehatan   yang   dialami   oleh   seorang   anggota   keluarga   akan mempengaruhi seluruh anggota keluarga. Waktu perawatan yang lama dan biaya yang  banyak  akan  mempengaruhi  keadaan  ekonomi  keluarga  dan  perubahan peran   pada   keluarga   karena  salah   satu   anggota   keluarga   tidak   dapat menjalankan perannya.

semua bahan diatas diambil dari images.mailmkes.multiply.com/.../Askep%20klien%20Diabet! untuk download file yang asli sialhkan klik DM


kalo mau dapet bahan lebih banyak lagi, silahkan klik link ini kuliah dosen tentang DM

Laboratory Diagnosis and Monitoring of Diabetes Mellitus (kuliah dosen)

DM adalah kelompok penyakit yang ditandai dengan kenaikan kadar glukosa darah (hiperglikemia) sebagai akibat defek sekresi insulin, penurunan aksi insulin atau keduanya. DM tidaklah disebabkan satu hal patogenik, tapi merupakan kumpulan etiologi dari defek metabolic yang berbeda-beda. Gejala umum diabetes dari hyperglikemia mencolok, poliuria, polidipsi, polifagi, weight loss, penglihatan kabur & rentan  terhadap infeksi tertentu. Hyperglikemia berat dpt mengakibatkan hyper-osmolar syndrome & defisiensi insulin mengakibatkan ancaman ketoasidosis. Hyperglikemi kronis menyebabkan kerusakan jangka panjang, disfungsi dan kegagalan macam-macam sel, jaringan dan organ.  Komplikasi jangka panjang DM:                                  
a.      Macroangiopathy : IHD (ischemic heart disease), stroke, PVD (peripheral vascular disease)
b.      Microangiopathy : retinopathy, nephropathy
c.       Neuropathy: peripheral &  autonomic neuropathy
d.      Cataract;
e.       Diabetic foot,
f.        Diabetic heart

B.      Klasifikasi diabetes mellitus

1.      Type 1 diabetes mellitus
a.      immune mediate
b.      idiopathic

Keterangan:
§   Ditandai oleh autoimun dengan mediasi sel yang merusak sel beta islet
§   Markers:
-          Islet cell antibodies (ICAs)
-          Auto-antibodies to insulin (IAAs)
-          Auto-antibodies to glutamic acid decarboxylase(GAD₆₅)
-          Auto-antibodies to tyrosine phosphatases IA2 & IA-2β
§  Faktor lingkungan belum diketahui. Faktor Infeksi virus dan nutrisional  didiskusikan
§  Umur:  onset predominan pada anak-anak dan adolescent, tapi bisa juga terjadi di semua umur
§  Idiopathic diabetes  pada orang orang Afrika atau Asia. Bentuk idiopatik ini sangat kuat berhubungan dengan keturunan atau inherited, mempunyai insulinopenia yang permanen, dan cenderung ketoasidosis, tanpa antibody terhadap sel beta.
§  Laboratory findings :
-          hyperglikemia
-          ketonuria
-          serum insulin & kadar C peptide rendah atau tidak terdeteksi
-          auto-antibodies terhadap komponen sel islet β

2.      Type 2 diabetes mellitus
§  Disebabkan oleh insensitivitas insulin dikombinasi dengan gagal sekresi  insulin; sebagai kompensasi akan terjadi hipersekresi mengakibatkan defisiensi insulin relatif; terdapat prediposisi genetic yang kuat.
§  Umumnya dijumpai pada individu dengan riwayat keluarga penyakit ini; dengan hipertensi atau dyslipidemia dan kelompok ethnik tertentu
§  Faktor resiko diabetes meningkat dengan
-            riwayat keluarga diabetes
-            obesitas > 20% berat badan ideal
-            anggota kelompok ethnik tertentu
-            usia > 45 th
-            sebelumnya terdeteksi dg  impaired fasting glukose (IFG) atau impaired glukose tolerance (IGT)
-            hipertensi > 140/90 mmHg dewasa
-            kadar HDL cholesterol < 38 mg/dl dan atau kadar trigliserid > 200 mg/dl
-            aktivitas fisik berkurang
-            riwayat gestational diabetes mellitus atau melahirkan bayi >4,5 kg
§  Maturity onset diabetes of the young (MODY): bentuk serangan diabetes remaja yg tidak tergantung insulin dengan riwayat keluarga yang dominan kuat & dihubungkan dengan kelainan faktor hepatic nuclear (HNF), atau glukokinase genes
§  Laboratory finding
-          Hyperglycemia
-          Hyperlipidemia
-          High serum insulin/C-peptide level
-          Sekresi insulin mengalami defek
-          Insuline resistance


3.      Other specific types of diabetes
a.      Genetic defects of islet beta cells function
b.      Genetic defects of insulin action
c.       Disease of the exocrine pancreas
d.      Endocrinopathy,
e.      Drug- or chemical- induced diabetes
f.        Infections
g.      Uncommon form of diabetes
h.      Other genetic syndrome

4.      Gestational diabetes mellitus
§  Level intoleransi glukosa secara klinis dengan onset atau diketahui pertama kali selama kehamilan.
§  Permasalahan berikut berkembang dengan GDM
-          Perubahan durasi kehamilan
-          placental failure
-          hypertension/pre-eclampsia
-          high birth weight of newborn
§  Terapi 
-          Terapi nutrisi
insulin (obat yang menurunkan kadar glukosa tidak dianjurkan
5.      Other specific types of diabetes
i.        Genetic defects of islet beta cells function
j.        Genetic defects of insulin action
k.      Disease of the exocrine pancreas
l.        Endocrinopathy,
m.    Drug- or chemical- induced diabetes
n.      Infections
o.      Uncommon form of diabetes
p.      Other genetic syndrome

6.      Gestational diabetes mellitus
§  Level intoleransi glukosa secara klinis dengan onset atau diketahui pertama kali selama kehamilan.
§  Permasalahan berikut berkembang dengan GDM
-          Perubahan durasi kehamilan
-          placental failure
-          hypertension/pre-eclampsia
-          high birth weight of newborn
§  Terapi 
-          Terapi nutrisi
-          insulin (obat yang menurunkan kadar glukosa tidak dianjurkan)

C.      Prevalensi diabetes
v  Western life-style country 6-7.6 %;
v  Developing country (middle east, western pacific) > 6 %;
v  Di antara 1995 & 2025 prevalensinya diprediksi menjadi 35 % prevalensi meningkat di seluruh dunia., terutama terjadi di negara berkembang, cenderung lebih dari 300 juta pada tahun 2025.  Sekarang ini sebanyak 50 % penderita diabetes tidak terdiagnose.  Sejak intervensi pengobatan dapat menurunkan komplikasi penyakit ini, tidak perlu  awal penyebabnya. Resiko perkembangan diabetes type 2 bertambah dengan umur, obesitas & lack of physical activity

D.     Uji-saring diabetes
An analytical, organizational & financial challenge.
·      Aspek organisasi dan finansial faktor terbesar. Beberapa strategi telah diusulkan  dievaluasi untuk uji-saring. Bila mungkin uji-saring ini dilakukan dalam local health-care system; sehingga setiap individu dengan hasil positive mendapat follow up investigasi dan pengobatan yang tepat.
·      Strategi skrining tergantung dengan prevalensi yang mendasari diabetes, struktur system pelayanan kesehatan local dan kondisi ekonomi suatu negara        
·           Manfaat uji-saring untuk mengidentifikasi individu dengan asymptomatik diabetes.
Ada 2 strategi yg mungkin dipakai utk uji-saring:
1.      Menemukan semua orang dengan diabetes dalam populasi
2.      Menemukan semua orang dengan diabetes diantara orang-orang yang paling mungkin terkena diabetes

Oportunistic screening
Deteksi penderita dengan diabetes yang datang ke pelayanan kesehatan oleh karena sebab lain, dengan pemeriksaan fisik dan laboratorium


Selective screening
Dengan kuesioner yang dibagikan ke populasi. Kuesioner ini seyogyanya mengidentifikasi individu yg beresiko tinggi diabetes. ; serta dirujuk ke dokter utk pertimbangan diagnosis.
Selective screening should consider individuals:

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More