Translate

Selasa, 06 September 2011

Kualitas dan Harapan Hidup Manusia


1. Mengapa manusia diciptakan ada di muka bumi?
Alasan mengapa manusia ada di bumi ditegaskan oleh Allah dalam Al Quran sebagai berikut:
Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (QS. Al Mulk, 67: 2). Lihat ayat QS. Al Insaan, 76:2, Anbiyaa’, 21: 16-17, QS. Al Kahfi, 18: 7 Allah mengharapkan manusia tetap menjadi hamba-Nya yang setia sepanjang hidupnya. Dengan kata lain, dunia adalah tempat di mana mereka yang takut kepada Allah dan mereka yang tidak berterima kasih kepada Allah dibedakan satu sama lain, kebaikan dan keburukan, kesempurnaan dan kekurangan bersisian dalam "kerangka" ini. Manusia diuji dalam banyak hal. Pada akhirnya, orang-orang yang beriman akan terpisahkan dari orang-orang yang tidak beriman dan mencapai surga. Dalam Al Quran hal tersebut digambarkan sebagai berikut: ”Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. (QS. Al Ankabuut, 29: 3).

2. Apa tujuan hidup manusia?
Menurut ajaran Islam, tujuan hidup manusia ialah untuk menggapai ridha Allah, ibtigha mardhatillah. Firman Allah QS. 2 Al Baqarah : 207. Artinya : “Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya” (Ridha artinya senang. Jadi segala pertimbangan tentang tujuan hidup seorang Muslim, terpulang kepada apakah yang kita lakukan dan apa yang kita gapai itu sesuatu yang disukai atau diridhai Allah SWT atau tidak. Jika kita berusaha memperoleh ridha-Nya, maka apapun yang diberikan Allah kepada kita, kita akan menerimanya dengan ridha (senang) pula, ridha dan diridhai (radhiyatan mardhiyah).

3. Apa tugas dan peran manusia?
Tugas manusia
Menurut ajaran Islam, tugas hidup manusia, sepanjang hidupnya hanya satu tugas, yaitu menyembah Allah, Sang Pencipta, atau dalam bahasa harian disebut ibadah. ALLAH berfirman dalam QS. 51:56 : “ Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku", bahwa tidaklah Tuhan menjadikan Jin dan Manusia kecuali untuk menyembah kepada-Nya. Menjalankan ibadah bukanlah tujuan hidup, tetapi tugas yang harus dikerjakan sepanjang hidupnya. Ibadah mengandung arti untuk menyadari dirinya kecil tak berarti, meyakini kekuasaan Allah Yang Maha Besar, Sang Pencipta, dan disiplin dalam kepatuhan kepada-Nya. Oleh karena itu orang yang menjalankan ibadah mestilah rendah hati, tidak sombong, dan disiplin. Itulah etos ibadah.

Peran manusia dalam pentas kehidupan
Dalam hal ini manusia memiliki dua peran utama; pertama sebagai hamba Allah, dan peran kedua sebagai khalifah Allah di muka bumi. Sebagai hamba Allah manusia adalah kecil dan tidak memiliki kekuasaan, oleh karena itu tugasnya hanya menyembah kepada-Nya dan berpasrah diri kepada-Nya. Namun, sebagai khalifah, manusia diberi fungsi, peran yang sangat besar, karena Allah Yang Maha Besar maka manusia sebagai wakil Allah di muka bumi memiliki tanggungjawab dan otoritas yang sangat besar. Sebagai khalifah manusia diberi tugas untuk mengelola alam semesta ini untuk kesejahteraan manusia, seperti dalam firman ALLAH: “Dialah yang telah menciptakan kamu dari bumi (tanah), dan menjadikan kamu pemakmurnya. (QS.11:61). Manusia berperan menjadi hamba Allah (abdullah) sekaligus menjadi khalifah (wakil/penguasa) yang bertugas beribadah dalam rangka memakmurkan bumi.

4. Bagaimana pandangan Islam terhadap dunia dan kiat praktis agar hidup bernilai?
Allah berfirman dalam surat Al Hadid ayat 20: Ketahuilah bahwa sesungguhnya kehidupan itu hanyalah permainan dan sesuatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megahan di antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani, kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat nanti ada azab yang keras dan ampunan dari Allah dan keridhoan Allah. Dan kehidupan itu tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. Maksud dari ayat di atas bukanlah berarti kita disuruh membenci dunia atau meninggalkan menuntut penghidupan dunia, hal tersebut menjadi penekanan agar jangan sampai tertipu oleh kesenangan dunia sehingga lalai dengan kewajiban akhirat. Kehidupan dunia harus diusahakan dengan sungguh dan seimbang dengan tujuan akhir hidup akhirat.

Surat Al Jatsiyah: 23
Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmuNya dan Allah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan Allah meletakkan tutup atas penglihatannya.
Rasulullah SAW bersabda
Siapapun yang menjadikan dunia sebagai tujuannya, maka tidak lagi memiliki hubungan dengan Allah SWT, dan Allah menjadikan baginya 4 keadaan, kegelisahan yang tiada putus, kefakiran tanpa kecukupan, angan tanpa batas, kerja keras tanpa akhir.
Allah berfirman dalam surat Al Qashas ayat 77
“Tuntutlah negeri akhirat dengan harta yang dikaruniakan Allah kepadamu dan janganlah lupa bahagianmu di dunia. Berbuat baiklah sebagaimana allah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang-orang yang berbuat kerusakan. “
Al Qur’an surat At Taubah ayat 105:
“Katakanlah: hendaklah kamu bekerja karena Allah, RasulNya serta orang-orang mukmin akan membuktikan pekerjaanmu. Dan kamu akan dikembalikan kepada Tuhan yang tahu hal yang ghaib dan yang tampak, lalu diterangkannya kepadamu apa-apa yang sudah kamu kerjakan.”
Islam menghendaki pemeluknya meraih keduniaan dengan sungguh-sungguh dan berlomba-lomba mendapat kemajuan di segala bidang kehidupan. Islam menghendaki pula pemeluknya mempersiapkan akhirat dengan sepenuhnya. Dunia dijadikan sarana beramal sholeh menuju akhirat. Sejarah pendahulu Islam telah mencontohkan bagaimana mereka berjuang mencari dunia dan berjihad mendakwahkan Islam ke seluruh penjuru dunia dengan menjauhi cara-cara batil dan tidak melampaui batas. Islam sebagai dienul ilmu dan sekaligus dienul amal yang memberi ketentuan yang sempurna telah memberi pedoman baku bagaimana supaya amal perbuatan kita memiliki nilai, amal tersebut tidak sia-sia, bernilai ihsan dan pada akhirnya mengantarkan keselamatan kita di dunia terlebih-lebih di akhirat. Ada 3 hal yang akan menjadikan amal kita bernilai dan diterima Allah SWT :
1. Iman
2. Ikhlas
3. I’tiba
Yang pertama mengenai dasar iman
Iman menjadi landasan amal yang utama diterimanya amal, sebagaimana firman Allah dalam surat Ibrahim ayat 18: “Orang-orang yang kafir kepada Tuhannya amalan-amalan mereka adalah seperti abu yang ditiup angin dengan keras pada suatu hari yang berangin kencang. Mereka tidak dapat mengambil manfaat meskipun sedikit dari apa yang mereka usahakan di dunia. Yamg demikian itu adalah kesesatan yang jauh”. Surat Ar ra’du ayat 14: Dan ibadah orang-orang kafir hanyalah sia-sia belaka.

Yang kedua mengenai dasar ikhlas
Allah berfirman dalam surat Al A’raf ayat 29 : Luruskanlah mukamu di setiap sholat dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan ketaatanmu kepadaNya. Surat Al Bayyinah ayat 4: Padahal mereka tidaklah disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepadaNya dalam agama yang lurus. Ikhlas memiliki arti ibadah dilakukan dengan mengharap ridho Allah, Allah lah yang menjadi sumber dorongan dan tujuan amal ibadah. Lawan dari ikhlas adalah ria dan syirik. Ria berarti beribadah mengharap pujian orang lain dan syirik adalah ibadah yang ditujukan pada selain Allah.
Yang ketiga mengenai dasar i’tiba
Allah berfirman dalam surat Al Jatsiyah ayat 18: Kemudian kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat dari urusan agama maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.
Rasulullah bersabda: Aku tinggalkan kepadamu dua perkara, jika kamu berpegang teguh pada keduanya, maka kamu tidak akan sesat. Dua perkara itu adalah Kitabullah dan assunah. I’tiba atau mutaba’ah berarti amal ibadah haruslah berdasar tuntunan. Yaitu tuntunan yang dibawa rasulullah SAW. Amal ibadah tidak boleh semau gue atau didasari keinginan pribadi maupun hawa nafsu. Dalam kaidah fikih ada pembagian kategori amal yang pertama adalah amalan mahdoh dan yang lainnya adalah ghoiru mahdoh,. Amal mahdoh adalah amalan berupa ritual seperti sholat, zakat, haji, puasa dan amalan ritual sunnah lainnya. Amalan ghoiru maghdoh adalah amalan yang bersifat muamalah.

5. Bagaimana kiat mengoptimalisasikan kehidupan?
Optimalisasi kehidupan dunia dengan menjaga 5 perkara sebelum datangnya 5 perkara (hadits)

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More